Ketika seseorang masuk dan belajar Islam lebih dalam, satu pertanyaan akan muncul secara alami: “Islam ini sebenarnya ada berapa aliran?” Pertanyaan ini bukan sekadar rasa ingin tahu, tetapi bagian dari pencarian identitas ilmiah—khususnya bagi kita yang belajar agama melalui jalur pesantren dan sanad keilmuan.
Sejujurnya, ketika pertama kali belajar tauhid, para ustadz dan kiai selalu mengingatkan bahwa Islam itu satu, sebagaimana firman Allah:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
"Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah hanyalah Islam."
Namun dalam proses sejarah umat Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad ﷺ, muncul berbagai aliran sebagai hasil ijtihad, perbedaan metode istidlal (pengambilan dalil), interpretasi ayat dan hadis, serta pengaruh sosial politik dan budaya.
Maka pertanyaan “Islam ada berapa aliran?” bukan sekadar hitungan angka, tetapi pembahasan epistemologi dalam sejarah pemikiran Islam.
Aliran Utama dalam Islam
Mayoritas ulama sejarah pemikiran menyusun bahwa dalam garis besar Islam terbagi dalam tiga kelompok historis:
Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Syiah
Khawarij (hingga kini tersisa dalam bentuk Ibadiyah)
Namun di dalam cabang-cabang tersebut berkembang lagi kelompok fiqh, kalam, tasawuf, dan epistemologi pemikiran.
Dalam ranah aqidah saja, Ahlus Sunnah terbagi menjadi:
Asy’ariyah (pengikut Abu Hasan al-Asy’ari)
Maturidiyah (pengikut Abu Mansur al-Maturidi)
Atsari (jalur Imam Ahmad dan sebagian ulama Salaf)
Pendapat Para Ulama Tentang Banyaknya Aliran dalam Islam
Berikut penjelasan lebih mendalam dengan menyebutkan kitab sumbernya:
1. Imam Abu Hasan Al-Asy’ari (W. 324 H)
Kitab rujukan: Al-Ibanah ‘an Ushul al-Diyanah, Maqalat al-Islamiyyin.
Dalam kitab Maqalat al-Islamiyyin, Imam Al-Asy’ari membahas berbagai kelompok dalam Islam dan menyimpulkan bahwa perbedaan aliran muncul dari metode berpikir, terutama dalam menafsirkan sifat-sifat Allah, qadha-qadar, dan penggunaan akal.
Beliau tidak memvonis semua yang berbeda sebagai sesat, selama masih dalam batas dasar iman. Namun beliau menegaskan bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah kelompok mayoritas yang mengikuti jalan Nabi dan para sahabat.
2. Imam Abu Mansur Al-Maturidi (W. 333 H)
Kitab rujukan: Kitab at-Tawhid, Ta’wilat Ahl as-Sunnah.
Imam Maturidi menjelaskan bahwa banyaknya aliran adalah konsekuensi logis dari penggunaan nalar dan pertemuan Islam dengan filsafat luar seperti Yunani dan Persia. Baginya, selama sebuah mazhab tidak menyalahi dasar tauhid, wahyu, dan ijma’ sahabat, maka ia masih berada dalam orbit Islam.
3. Imam Ibn Taymiyyah (W. 728 H)
Kitab rujukan: Majmu’ al-Fatawa, Dar’ Ta’arud al-‘Aql wa al-Naql.
Ibn Taymiyyah menjelaskan bahwa perbedaan aliran muncul karena umat Islam terpecah dalam memahami teks dan akal. Menurut beliau, solusi bukan menghapus aliran, tetapi mengembalikan ilmu kepada:
Al-Qur’an, Sunnah, dan pemahaman generasi Salaf.
Namun, dalam banyak fatwanya, beliau tetap memberi ruang bahwa perbedaan dalam cabang fiqh bukanlah penyebab perpecahan umat.
4. Imam Al-Ghazali (W. 505 H)
Kitab rujukan: Ihya’ Ulum al-Din, Al-Iqtishad fi al-I’tiqad, Faisal at-Tafriqah.
Imam Ghazali punya pandangan lembut dalam masalah perpecahan umat. Dalam Faisal at-Tafriqah, beliau menyatakan bahwa tidak semua perbedaan menimbulkan kekafiran. Yang keluar dari Islam hanyalah kelompok yang menolak prinsip dasar iman, seperti menolak kenabian atau Qur’an.
Beliau berkata:
“Ikhtilaf dalam cabang adalah rahmat, bukan laknat.”
5. Imam An-Nawawi (W. 676 H)
Kitab rujukan: Sharh Shahih Muslim, Al-Majmu’, dan Riyadhus Shalihin.
Dalam syarah beliau terhadap hadis tentang perpecahan umat menjadi 73 golongan, beliau menegaskan bahwa yang dimaksud dengan golongan yang selamat bukan berarti golongan yang mengklaim diri benar dan yang lain sesat. Yang selamat adalah:
Siapa saja yang mengikuti jalan Nabi ﷺ dan para sahabatnya, bukan sekadar klaim nama kelompok.
Apakah Perbedaan Aliran Merusak Islam?
Sebagai santri, kita diajarkan adab al-ikhtilaf—adab dalam perbedaan. Perbedaan bukan masalah selama:
tidak saling mengkafirkan,
tidak memutus silaturahmi,
tidak merusak prinsip dasar tauhid dan akidah.
Perbedaan justru menjadi bukti bahwa Islam adalah agama yang hidup, bukan monolitik kaku.
Kesimpulan Akhir
Jadi, menjawab pertanyaan “Islam ada berapa aliran?” bukan sekadar angka, tetapi pemahaman sejarah, ilmu kalam, dan metodologi.
Islam itu satu, tetapi pemahaman manusia terhadap Islam berkembang menjadi beragam aliran karena perbedaan metodologi, budaya, dan ijtihad.
Sebagai santri, tugas kita bukan menghakimi, tetapi:
memahami dengan adab,
mempelajari ilmu dengan sanad yang benar,
dan menjaga persatuan umat.
Karena pada akhirnya, Islam bukan tentang nama kelompok—tetapi tentang mengikuti kebenaran yang dibawa Rasulullah ﷺ.

Posting Komentar