Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia memiliki potensi zakat yang sangat besar. Berdasarkan laporan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), potensi zakat nasional Indonesia diperkirakan mencapai ratusan triliun rupiah per tahun. Namun, realisasi pengumpulan zakat masih jauh di bawah potensi tersebut. Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun zakat merupakan kewajiban agama yang bersifat fundamental, masih terdapat kesenjangan antara pemahaman normatif umat Islam tentang zakat dan praktik pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Di berbagai daerah di Indonesia, zakat masih sering dipahami sebatas zakat fitrah yang dibayarkan setahun sekali menjelang Idulfitri. Padahal dalam ajaran Islam, zakat mencakup zakat mal, zakat penghasilan, zakat perdagangan, dan jenis zakat lainnya yang memiliki peran besar dalam membangun keadilan sosial dan mengentaskan kemiskinan. Kurangnya kesadaran ini menimbulkan pertanyaan mendasar: sejauh mana umat Islam memahami bahwa zakat bukan sekadar anjuran, melainkan kewajiban yang memiliki landasan kuat dalam Al-Qur’an?
Al-Qur’an secara tegas menempatkan zakat sebagai rukun Islam yang sejajar dengan shalat. Tidak sedikit ayat yang mengaitkan perintah zakat dengan perintah shalat, menunjukkan bahwa zakat bukan hanya ibadah sosial, tetapi juga ibadah spiritual yang menjadi bukti keimanan seseorang. Oleh karena itu, memahami ayat-ayat yang menjadi dasar kewajiban zakat beserta tafsir ulama menjadi sangat penting, khususnya dalam konteks Indonesia yang masih menghadapi persoalan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi.
Zakat sebagai Kewajiban dalam Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an, kata zakat tidak hanya bermakna pemberian harta, tetapi juga bermakna penyucian dan pertumbuhan. Secara bahasa, zakat berarti bersih, suci, berkembang, dan berkah. Makna ini menunjukkan bahwa zakat bukan sekadar pengurangan harta, melainkan proses pensucian jiwa dan harta agar menjadi lebih bernilai di sisi Allah SWT.
Salah satu ayat paling fundamental yang menjadi dasar kewajiban zakat adalah firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah ayat 43:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.”
Ayat ini menunjukkan bahwa zakat memiliki kedudukan yang sangat penting, karena selalu disebutkan beriringan dengan shalat. Menurut para ulama, penyandingan ini menandakan bahwa zakat adalah kewajiban individual yang tidak dapat diabaikan oleh seorang Muslim yang mampu.
Baca Juga Ayat yang Menjelaskan Tentang Sabar
Tafsir Ulama tentang Surah Al-Baqarah Ayat 43
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa perintah menunaikan zakat dalam ayat ini bersifat umum dan mencakup seluruh harta yang telah memenuhi syarat nishab dan haul. Menurut beliau, zakat berfungsi untuk membersihkan harta dari hak orang lain dan membersihkan jiwa dari sifat kikir. Ibnu Katsir juga menegaskan bahwa meninggalkan zakat termasuk dosa besar, karena Allah menyebutkan zakat secara eksplisit sebagai perintah, bukan sekadar anjuran.
Sementara itu, Imam Al-Qurthubi menekankan bahwa penyandingan zakat dengan shalat menunjukkan keterkaitan antara ibadah ritual dan ibadah sosial. Menurutnya, shalat memperbaiki hubungan manusia dengan Allah (hablum minallah), sedangkan zakat memperbaiki hubungan manusia dengan sesama (hablum minannas). Oleh karena itu, seseorang tidak dapat dianggap sempurna ibadahnya jika hanya rajin shalat namun enggan menunaikan zakat.
Ayat tentang Ancaman bagi Orang yang Tidak Menunaikan Zakat
Dasar kewajiban zakat juga ditegaskan melalui ayat-ayat yang berisi ancaman keras bagi mereka yang enggan menunaikannya. Salah satunya terdapat dalam Surah At-Taubah ayat 34–35:
“Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka azab yang pedih.”
Ayat ini menggambarkan konsekuensi serius bagi orang yang memiliki harta namun enggan mengeluarkan zakatnya. Ancaman tersebut menunjukkan bahwa zakat bukan sekadar etika sosial, melainkan kewajiban hukum syariat yang memiliki konsekuensi ukhrawi.
Menurut tafsir Imam Ath-Thabari, ayat ini turun sebagai peringatan kepada orang-orang kaya yang mengumpulkan harta tanpa memperhatikan hak kaum fakir dan miskin. Ath-Thabari menegaskan bahwa yang dimaksud dengan “menimbun” bukan sekadar menyimpan harta, melainkan menyimpan harta tanpa menunaikan zakatnya.
Tafsir Ulama Kontemporer tentang Ayat Zakat
Ulama kontemporer seperti Yusuf Al-Qaradawi dalam kitab Fiqh az-Zakah menjelaskan bahwa zakat memiliki dimensi ibadah dan dimensi sosial yang sangat kuat. Menurutnya, ayat-ayat zakat dalam Al-Qur’an menunjukkan bahwa Islam tidak membiarkan kesenjangan ekonomi berkembang tanpa kendali. Zakat adalah instrumen syariat untuk redistribusi kekayaan agar tidak hanya beredar di kalangan orang kaya saja.
Dalam konteks Indonesia, tafsir ini menjadi sangat relevan. Ketimpangan sosial dan kemiskinan struktural yang masih terjadi menunjukkan bahwa zakat belum dimaksimalkan sebagai solusi sistemik. Al-Qaradawi menegaskan bahwa negara dan lembaga zakat memiliki tanggung jawab besar dalam mengelola zakat secara profesional agar tujuan syariat (maqashid syariah) dapat tercapai.
Baca Juga Ayat -Ayat yang Bagus untuk Tilawah
Zakat sebagai Bukti Keimanan
Ayat lain yang menjadi dasar kewajiban zakat terdapat dalam Surah At-Taubah ayat 103:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”
Ayat ini menegaskan bahwa zakat memiliki fungsi tazkiyah (penyucian). Menurut Imam Fakhruddin Ar-Razi, zakat tidak hanya menyucikan harta orang yang berzakat, tetapi juga menyucikan masyarakat dari kecemburuan sosial dan konflik akibat kesenjangan ekonomi.
Ar-Razi juga menjelaskan bahwa penggunaan kata “ambillah” dalam ayat ini menunjukkan adanya unsur kewenangan dalam pengelolaan zakat. Hal ini menjadi dasar bagi legitimasi lembaga zakat resmi seperti BAZNAS di Indonesia, yang berperan sebagai wakil umat dalam menghimpun dan mendistribusikan zakat.
Relevansi Ayat Zakat dengan Kondisi Indonesia
Jika ayat-ayat zakat dipahami secara komprehensif, maka zakat seharusnya menjadi solusi nyata bagi persoalan sosial di Indonesia. Banyak ulama Indonesia menekankan bahwa zakat bukan hanya ibadah individual, tetapi juga instrumen pembangunan umat. Dengan pengelolaan yang amanah dan profesional, zakat dapat digunakan untuk pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi, dan pengentasan kemiskinan.
Kegagalan memahami zakat sebagai kewajiban sering kali berakar pada minimnya pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang zakat. Oleh karena itu, penguatan literasi keislaman berbasis tafsir Al-Qur’an menjadi sangat penting agar umat Islam di Indonesia tidak lagi memandang zakat sebagai pilihan, melainkan sebagai kewajiban yang harus ditunaikan.
Kesimpulan
Ayat-ayat Al-Qur’an secara tegas menjadikan zakat sebagai kewajiban yang tidak dapat dipisahkan dari keimanan seorang Muslim. Penyandingan zakat dengan shalat, ancaman bagi orang yang tidak menunaikannya, serta penegasan fungsi zakat sebagai penyuci harta dan jiwa menunjukkan bahwa zakat memiliki kedudukan yang sangat fundamental dalam Islam. Tafsir para ulama klasik dan kontemporer memperkuat pemahaman bahwa zakat adalah instrumen ibadah sekaligus sosial yang relevan sepanjang zaman, termasuk dalam konteks Indonesia saat ini.
Daftar Pustaka
1. Al-Qur’an Al-Karim.
2. Al-Qaradawi, Yusuf. Fiqh az-Zakah. Beirut: Muassasah Ar-Risalah.
3. Ath-Thabari, Muhammad bin Jarir. Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an. Beirut: Dar al-Fikr.
4. Ibnu Katsir, Ismail bin Umar. Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
5. Al-Qurthubi, Abu Abdillah. Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an. Kairo: Dar al-Kutub al-Mishriyyah.
6. Ar-Razi, Fakhruddin. Mafatih al-Ghaib. Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabi.
7. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Laporan Zakat Nasional. Jakarta.
Anda Ingin Bayar zakar?? Kunjungi https://bayarzakat.baznas.go.id/zakat

Posting Komentar