Toleransi dalam Islam: Konsep, Dalil, dan Pandangan Ulama


Tolerasi Dalam Islam


Dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia beberapa kali diguncang oleh aksi terorisme yang mencederai nilai kemanusiaan dan merusak citra Islam sebagai agama damai. Kasus Bom Bali I tahun 2002 yang dilakukan oleh jaringan Jemaah Islamiyah, dengan tokoh utama seperti Amrozi, Ali Ghufron (Mukhlas), dan Imam Samudra, menjadi salah satu tragedi teror terbesar dalam sejarah Indonesia. Peristiwa ini disusul oleh berbagai aksi teror lainnya, seperti Bom JW Marriott 2003, Bom Thamrin 2016, hingga Bom Gereja Surabaya 2018 yang dilakukan oleh kelompok terafiliasi paham ekstrem dan kekerasan atas nama agama. Rentetan peristiwa ini tidak hanya menimbulkan korban jiwa, tetapi juga melahirkan stigma negatif terhadap Islam, seolah-olah agama ini melegitimasi kekerasan dan intoleransi.


Padahal, jika ditelusuri secara mendalam melalui Al-Qur’an, Hadis, dan penjelasan para ulama muktabar, Islam justru menegaskan prinsip toleransi (tasāmuh), keadilan, dan penghormatan terhadap kehidupan manusia. Aksi terorisme yang mengatasnamakan Islam sejatinya merupakan penyimpangan serius dari ajaran Islam yang otentik. Oleh karena itu, pembahasan tentang toleransi dalam Islam menjadi sangat penting untuk meluruskan pemahaman yang keliru, sekaligus menegaskan posisi Islam sebagai agama yang menolak kekerasan, ekstremisme, dan pemaksaan keyakinan.


Pengertian Toleransi dalam Perspektif Islam


Secara bahasa, toleransi berarti sikap lapang dada, membiarkan, dan menghormati perbedaan yang ada. Dalam Islam, konsep toleransi sering dikaitkan dengan istilah tasamuh. Tasamuh bukan berarti mencampuradukkan akidah atau menganggap semua keyakinan sama, melainkan sikap adil, beradab, dan tidak zalim terhadap pihak lain yang berbeda.


Islam memandang perbedaan sebagai sunnatullah. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an bahwa manusia diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal, bukan untuk saling merendahkan. Dari sini tampak bahwa toleransi bukan konsep asing, melainkan bagian dari tujuan penciptaan manusia itu sendiri.


Landasan Al-Qur’an tentang Toleransi


Al-Qur’an memuat banyak ayat yang menegaskan pentingnya toleransi dan keadilan dalam berinteraksi dengan orang lain. Salah satu ayat yang paling sering dikutip adalah firman Allah dalam Surah Al-Kafirun ayat 6: “Untukmu agamamu dan untukku agamaku.” Ayat ini menunjukkan pengakuan terhadap keberadaan perbedaan keyakinan tanpa paksaan.


Selain itu, Surah Al-Baqarah ayat 256 menegaskan prinsip kebebasan beragama dengan pernyataan “Tidak ada paksaan dalam agama.” Ayat ini menurut para mufassir menjadi dasar utama bahwa Islam menolak pemaksaan keyakinan, karena iman harus lahir dari kesadaran dan pilihan hati.


Anda Tertarik dengan Toleransi Beli Buku Fiqh Toleransi


Hadis Nabi tentang Sikap Toleran


Rasulullah SAW merupakan teladan utama dalam praktik toleransi. Dalam banyak riwayat, Nabi menunjukkan sikap santun dan adil kepada non-Muslim. Salah satu hadis yang terkenal menyebutkan bahwa Rasulullah berdiri ketika jenazah seorang Yahudi lewat. Ketika para sahabat bertanya, Nabi menjawab, “Bukankah ia juga manusia?” Hadis ini menunjukkan penghormatan terhadap martabat manusia tanpa melihat perbedaan agama.


Praktik toleransi Nabi juga terlihat dalam Piagam Madinah, sebuah perjanjian sosial-politik yang mengatur kehidupan bersama antara kaum Muslim, Yahudi, dan kelompok lain di Madinah. Dokumen ini sering disebut oleh para ulama dan sejarawan sebagai bukti konkret toleransi Islam dalam tata kelola masyarakat plural.


Pandangan Ulama tentang Toleransi dalam Islam

Imam Al-Ghazali


Imam Al-Ghazali dalam karya-karyanya seperti Ihya’ Ulumuddin menekankan pentingnya akhlak mulia dalam berinteraksi dengan sesama manusia. Menurut Al-Ghazali, tujuan utama syariat adalah menjaga kemaslahatan manusia, termasuk menjaga kehormatan dan keselamatan pihak lain. Ia menegaskan bahwa sikap keras tanpa hikmah justru menjauhkan manusia dari kebenaran Islam.


Al-Ghazali juga menjelaskan bahwa perbedaan pandangan dalam masalah furu’ (cabang) adalah keniscayaan, sehingga umat Islam harus bersikap toleran terhadap perbedaan ijtihad selama masih berada dalam koridor syariat.


Ibnu Taimiyah


Ibnu Taimiyah sering dipersepsikan sebagai ulama yang keras, namun dalam banyak fatwanya ia menegaskan pentingnya keadilan terhadap non-Muslim. Dalam Majmu’ al-Fatawa, ia menyatakan bahwa keadilan adalah kewajiban terhadap siapa pun, baik Muslim maupun non-Muslim, dan kezaliman diharamkan dalam kondisi apa pun.


Ibnu Taimiyah juga menegaskan bahwa Islam melarang menyakiti non-Muslim yang hidup damai dan terikat perjanjian dengan kaum Muslim. Pandangan ini menunjukkan bahwa toleransi dalam Islam berjalan seiring dengan prinsip keadilan dan tanggung jawab sosial.


Imam An-Nawawi


Imam An-Nawawi dalam syarah hadis-hadis Shahih Muslim banyak menekankan adab dan etika pergaulan. Ia menjelaskan bahwa Islam mengajarkan kasih sayang kepada seluruh makhluk, bukan hanya kepada sesama Muslim. Menurutnya, akhlak yang baik merupakan sarana dakwah paling efektif dan cerminan sejati dari ajaran Islam.


Yusuf Al-Qaradawi


Ulama kontemporer Yusuf Al-Qaradawi dalam bukunya Ghair al-Muslimin fi al-Mujtama’ al-Islami menjelaskan bahwa toleransi Islam memiliki batas yang jelas, yaitu tidak melanggar akidah. Ia menegaskan bahwa Islam menghormati hak-hak non-Muslim, termasuk hak beribadah, hak sosial, dan hak kemanusiaan, selama tidak ada permusuhan terhadap umat Islam.


Al-Qaradawi juga menekankan pentingnya dialog antaragama sebagai sarana membangun perdamaian dan saling pengertian di tengah masyarakat global.


Batasan Toleransi dalam Islam


Toleransi dalam Islam bukan berarti relativisme agama. Para ulama sepakat bahwa toleransi memiliki batas, terutama dalam masalah akidah dan ibadah. Seorang Muslim dilarang mengikuti ritual keagamaan lain yang bertentangan dengan tauhid, namun tetap diwajibkan untuk bersikap sopan, adil, dan tidak merendahkan pemeluk agama lain.


Islam membedakan antara toleransi sosial dan kompromi akidah. Dalam ranah sosial, Islam sangat terbuka terhadap kerja sama dan hubungan baik. Namun dalam ranah keyakinan, Islam memiliki prinsip yang tegas dan tidak bisa ditawar.


Relevansi Toleransi Islam di Era Modern


Di era globalisasi, umat Islam hidup berdampingan dengan berbagai latar belakang budaya dan agama. Konsep toleransi dalam Islam menjadi sangat relevan untuk menjawab tantangan ekstremisme, konflik identitas, dan polarisasi sosial. Dengan memahami toleransi berdasarkan Al-Qur’an dan pandangan ulama, umat Islam dapat menunjukkan wajah Islam yang damai, adil, dan beradab.


Toleransi yang diajarkan Islam bukanlah sikap pasif, melainkan sikap aktif dalam menjaga keadilan, membangun dialog, dan menciptakan harmoni sosial tanpa kehilangan jati diri keislaman.


Kesimpulan


Toleransi dalam Islam merupakan ajaran yang kokoh, bersumber dari Al-Qur’an, hadis Nabi, dan penjelasan para ulama. Islam mengajarkan penghormatan terhadap perbedaan, keadilan dalam interaksi sosial, dan larangan memaksakan keyakinan. Para ulama klasik dan kontemporer sepakat bahwa toleransi adalah bagian dari akhlak Islam yang luhur, selama tidak melanggar prinsip akidah.


Dengan memahami konsep toleransi secara utuh, umat Islam dapat berperan aktif dalam menciptakan masyarakat yang damai, harmonis, dan saling menghormati, sekaligus tetap teguh dalam keyakinan.


Daftar Pustaka:


1. Al-Qur’an al-Karim.

2. Al-Ghazali. Ihya’ Ulumuddin. Beirut: Dar al-Ma’rifah.

3. Ibnu Taimiyah. Majmu’ al-Fatawa. Riyadh: Dar al-Wafa’.

4. An-Nawawi. Syarh Shahih Muslim. Beirut: Dar Ihya’ al-Turats al-‘Arabi.

5. Yusuf Al-Qaradawi. Ghair al-Muslimin fi al-Mujtama’ al-Islami. Kairo: Maktabah Wahbah.

6. Ibn Katsir. Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim. Beirut: Dar al-Fikr.


Baca Juga Prinsip-Prinsip Toleransi dalam Islam


Post a Comment