Ayat yang Menjelaskan tentang Bersyukur: Tafsir Al-Qur’an dan Pandangan Ulama

 

Ayat yang Menjelaskan tentang Bersyukur

Dalam kehidupan modern yang serba cepat, manusia sering kali terjebak dalam keluhan, perbandingan sosial, dan rasa kurang. Padahal, Al-Qur’an menempatkan syukur (bersyukur) sebagai salah satu fondasi utama keimanan dan kunci keberkahan hidup. Konsep syukur bukan sekadar ucapan lisan, melainkan sikap batin, amal perbuatan, dan cara pandang terhadap nikmat Allah.


Al-Qur’an secara tegas dan berulang kali menyebut perintah bersyukur, bahkan mengaitkannya langsung dengan penambahan nikmat dan keselamatan dari azab. Para ulama tafsir klasik maupun kontemporer sepakat bahwa syukur memiliki dimensi teologis, spiritual, dan sosial yang sangat dalam.


Artikel ini akan mengulas ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang bersyukur, disertai tafsir ulama, pandangan para mufasir terkemuka, serta implikasinya dalam kehidupan sehari-hari, dengan pendekatan ilmiah seperti penulisan skripsi.


Buku Bersyukur dan Berdamai dengan Diri Sendiri


Pengertian Bersyukur dalam Islam


Secara bahasa, kata syukur berasal dari bahasa Arab syakara yang berarti menampakkan nikmat. Lawannya adalah kufur, yaitu menutupi nikmat. Dalam terminologi syariat, syukur berarti mengakui nikmat Allah dengan hati, memujinya dengan lisan, dan menggunakannya dalam ketaatan.


Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa syukur mencakup tiga unsur utama:


1. Pengetahuan tentang nikmat

2. Keadaan hati yang ridha

3. Perbuatan yang sesuai dengan kehendak Pemberi nikmat


Namun dalam pembahasan berikut, penjelasan akan lebih banyak dituangkan dalam bentuk paragraf agar mengalir dan mudah dipahami.


Baca Juga Ayat Tentang Rezeki Sudah Diatur


Ayat-Ayat Al-Qur’an tentang Bersyukur dan Tafsirnya


1. QS. Ibrahim ayat 7

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”

(QS. Ibrahim: 7)


Ayat ini merupakan salah satu ayat paling kuat dalam menjelaskan hubungan antara syukur dan penambahan nikmat. Dalam Tafsir Ibnu Katsir, ayat ini disebut sebagai janji dan ancaman sekaligus. Allah menjanjikan tambahan nikmat bagi orang yang bersyukur dan ancaman azab bagi mereka yang kufur nikmat.


Ibnu Katsir menegaskan bahwa penambahan nikmat tidak selalu berupa materi, tetapi bisa berupa ketenangan hati, keberkahan umur, dan kemudahan dalam urusan hidup. Syukur, menurut beliau, adalah sebab datangnya nikmat yang berkesinambungan.


Sementara itu, Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa syukur merupakan sebab syar’i yang mendatangkan tambahan nikmat, sebagaimana sebab-sebab fisik mendatangkan akibat secara alami. Artinya, syukur memiliki hukum sebab-akibat yang nyata dalam kehidupan manusia.


2. QS. Al-Baqarah ayat 152


“Maka ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku ingat kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”

(QS. Al-Baqarah: 152)


Ayat ini mengaitkan antara dzikir dan syukur, menunjukkan bahwa orang yang bersyukur adalah orang yang selalu mengingat Allah. Dalam Tafsir Ath-Thabari, dijelaskan bahwa syukur adalah bentuk pengakuan atas rububiyyah Allah dan bukti keimanan yang sejati.


Ath-Thabari menegaskan bahwa perintah bersyukur dalam ayat ini bukan hanya perintah etis, tetapi juga akidah, karena mengingkari nikmat sama dengan mengingkari peran Allah sebagai Pemberi rezeki.


Imam Fakhruddin Ar-Razi menambahkan bahwa syukur adalah bukti kesadaran manusia akan ketergantungannya kepada Allah, sedangkan kufur nikmat menunjukkan kesombongan intelektual dan spiritual.


3. QS. An-Nahl ayat 78


“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur.”

(QS. An-Nahl: 78)


Ayat ini menunjukkan bahwa tujuan diberikannya nikmat indera dan akal adalah agar manusia bersyukur. Menurut Tafsir Al-Maraghi, nikmat terbesar manusia bukanlah harta, melainkan kemampuan memahami, merenung, dan mengenal kebenaran.


Al-Maraghi menjelaskan bahwa manusia yang tidak menggunakan akal dan hatinya untuk bersyukur telah menyimpang dari tujuan penciptaannya. Oleh karena itu, syukur merupakan bentuk penghambaan intelektual sekaligus spiritual.


4. QS. Luqman ayat 12


“Dan sungguh Kami telah memberikan hikmah kepada Luqman, yaitu: ‘Bersyukurlah kepada Allah.’ Dan barang siapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri.”

(QS. Luqman: 12)


Dalam ayat ini, syukur dikaitkan dengan hikmah. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa hikmah adalah kemampuan menempatkan sesuatu pada tempatnya, dan syukur adalah bentuk tertinggi dari hikmah itu sendiri.


Ayat ini juga menegaskan bahwa manfaat syukur kembali kepada manusia, bukan kepada Allah. Allah Maha Kaya dan tidak membutuhkan syukur hamba-Nya, tetapi manusialah yang membutuhkan syukur untuk keselamatan hidupnya.


Baca Juga  Ayat Alquran tentang Menuntut Ilmu


Pendapat Ulama tentang Hakikat Bersyukur

Imam Al-Ghazali


Dalam Ihya’ Ulumuddin, Al-Ghazali menyatakan bahwa syukur adalah maqam spiritual yang lebih tinggi daripada sabar. Sabar dibutuhkan saat menghadapi musibah, sedangkan syukur dibutuhkan dalam setiap keadaan, baik senang maupun susah.


Menurut beliau, orang yang mampu bersyukur dalam kondisi sempit menunjukkan tingkat keimanan yang sangat tinggi.


Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah


Ibnu Qayyim dalam Madarijus Salikin menjelaskan bahwa syukur adalah separuh iman, sementara separuh lainnya adalah sabar. Beliau menekankan bahwa iman berputar antara nikmat dan ujian, dan syukur adalah respon terbaik terhadap nikmat.


Ia juga menegaskan bahwa syukur tidak sah jika nikmat digunakan untuk maksiat, meskipun diiringi ucapan “Alhamdulillah”.


Imam An-Nawawi


Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menyebutkan bahwa syukur adalah akhlak para nabi dan orang saleh. Rasulullah ﷺ sendiri bersyukur hingga kaki beliau bengkak saat shalat malam, meskipun dosa beliau telah diampuni.


Bentuk Bersyukur Menurut Al-Qur’an:


1. Bersyukur dengan hati melalui pengakuan nikmat

2. Bersyukur dengan lisan melalui pujian kepada Allah

3. Bersyukur dengan perbuatan melalui ketaatan


Penjelasan detail dari ketiga bentuk ini telah dijabarkan secara implisit dalam tafsir ayat-ayat sebelumnya.


Dampak Bersyukur dalam Kehidupan


Bersyukur tidak hanya berdampak pada hubungan manusia dengan Allah, tetapi juga memengaruhi kesehatan mental, stabilitas emosi, dan keharmonisan sosial. Banyak penelitian psikologi modern membuktikan bahwa rasa syukur meningkatkan kebahagiaan dan mengurangi stres, sejalan dengan ajaran Islam sejak 14 abad lalu.


Namun dalam Islam, syukur bukan sekadar teknik psikologis, melainkan ibadah yang bernilai pahala dan menentukan nasib akhirat manusia.


Kesimpulan


Ayat-ayat Al-Qur’an tentang bersyukur menunjukkan bahwa syukur adalah inti dari keimanan, sumber keberkahan, dan jalan menuju keselamatan dunia dan akhirat. Tafsir para ulama menegaskan bahwa syukur bukan sekadar ucapan, melainkan sikap hidup yang menyeluruh.


Dengan memahami ayat-ayat bersyukur beserta tafsirnya, seorang Muslim diharapkan mampu membangun kehidupan yang lebih tenang, penuh makna, dan diridhai Allah.


Daftar Referensi:


1. Al-Qur’an Al-Karim

2. Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, Dar Thayyibah

3. Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah

4. Ath-Thabari, Jami’ Al-Bayan fi Ta’wil Al-Qur’an

5. Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Dar Al-Fikr

6. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Madarijus Salikin

7. Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi

8. An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim


Buku Bacaan Ubah Insecure Jadi Bersyukur

Post a Comment